Dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) kedepan. Sarana prasarana (Sapras) penunjang sektor pendidikan harus diperhatikan. Melihat kondisi sekarang masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan Sapras untuk belajar para siswa.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Sumbar Suwirpen Suib saat menghadiri rapat koordinasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Derah (RPJPD) Sumbar 2025-2045, Selasa (9/1). Dia mengatakan banyak yang harus dibenahi pada sektor pendidikan, terutama untuk SMA dan SMK yang notabene adalah kewenangan pemerintah provinsi (Pemprov).
Pada evaluasi sebelumnya, banyaknya anak-anak SMA atau SMK yang tidak mendapatkan tempat pada sekolah-sekolah yang dianggap layak, hal itu harus menjadi perhatian semua pihak. Begitupun kelengkapan Sapras sekolah masih memprihatinkan.
"Jadi peningkatan SDM untuk menuju sumbar emas 2045 tidak terlepas dari sektor pendidikan yang berjalan maksimal," katanya.
Pada evaluasi sebelumnya, banyaknya anak-anak SMA atau SMK yang tidak mendapatkan tempat pada sekolah-sekolah yang dianggap layak, hal itu harus menjadi perhatian semua pihak. Begitupun kelengkapan Sapras sekolah masih memprihatinkan.
"Jadi peningkatan SDM untuk menuju sumbar emas 2045 tidak terlepas dari sektor pendidikan yang berjalan maksimal," katanya.
Di sisi lain, Suwirpen juga menyinggung perihal kelangsungan Perguruan Tinggi (PT) di Sumbar. Menurutnya PT harus kembali ke masa jaya dahulu, dimana banyak orang-orang Indonesia yang belajar ke Sumbar. Secara keseluruhan untuk dunia pendidikan Sumbar, DPRD telah mengalokasikan anggaran total 20 persen dari total APBD, namun mayoritas alokasi tersebut banyak digunakan untuk oprasional atau gaji tenaga pendidik.
"Kedepan persoalan Sapras sektor pendidikan harus menjadi prioritas," katanya.
Disisi lain Suwirpen berharap untuk menekan angka kemiskinan agar sektor pertanian bisa berjalan lebih maksimal, 52 persen lebih masyarakat Sumbar menggantungkan hidup mereka pada hasil alam. Jadi pertanian memiliki peran strategis dalam menekan angka kemiskinan. Nantinya bantuan-bantuan mesti disalurkan dalam upaya meningkatkan produksi petani hingga nilai jual yang layak untuk mensejahterakan mereka.
"Pemerintah daerah mesti membantu petani, meski peran mereka sentral namun kenyataannya hidup mereka jauh dari kata layak," katanya.
Sementara itu Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan, angka kemiskinan ekstrem sudah mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2023, kemiskinan ekstrem Sumbar turun dari 0,77 persen (43.671 jiwa) menjadi 0,41 persen (23.253 jiwa).
Sementara tahun 2022, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mencatat angka kemiskinan ekstrem di Sumbar turun 0,14 persen atau menjadi 0,77 persen (43,67 ribu) tahun 2022. Sehingga, ditargetkan tahun 2024 kemiskinan ekstrem di wilayah Sumbar jadi 0 persen.
“Angka penurunan ini menjadi yang tertinggi nomor tiga di Sumatera, bersama dengan Provinsi Jambi. Secara nasional, Sumbar termasuk satu dari 20 provinsi yang mengalami penurunan kemiskinan ekstrim,” katanya.
Gubernur menambahkan, terkait strata pendapatan, masyarakat Sumbar tidak terlalu terjadi ketimpangan (kaya-miskin-red). Indikator pengukurannya adalah Gini Ratio yang secara persentase sebesar 0,280.
“Kondisi Gini Ratio Sumbar merupakan yang terendah ketiga di Indonesia. Jadi, tidak ada ketimpangan pendapatan masyarakat yang signifikan saat kepemimpinan Mahyeldi-Audy,” katanya.
Terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumbar naik dari 73,26 persen di tahun 2022 menjadi 75,46 persen di tahun 2023. Secaraperingkat juga membaik, dari urutan 9 secara nasional atau nomor 4 di Pulau Sumatera menjadi urutan ke-7 secara nasional atau urutan ke-2 di Pulau Sumatera.
إرسال تعليق